Keroncong Stasiun Gambir Oktober 3, 2013
Posted by indra kh in Jalan-jalan, music, pertunjukan, serbaneka.Tags: gambir merdeka, keroncong, keroncong gambir merdeka, Koningsplein, Nat King Cole, stasiun gambir
16 comments
Petang hampir datang di Stasiun Gambir. Di stasiun terbesar di Jakarta yang dulu bernama Koningsplein itu tampak lima orang pria sedang sibuk menyiapkan alat-alat musik keroncong: biola, ukulele, dan kontabass. Seusai menyetem alat musik, mereka kemudian berganti kostum dengan pakaian putih-putih dan juga topi putih ala pengawas di zaman Belanda.
Ada pemandangan unik waktu itu. Sambil mengganti kostum, salah seorang diantara pemain saya lihat meminum jamu tolak angin sachet terlebih dahulu. “Ritual supaya tidak masuk angin, mas?” Tanya saya kepadanya. Pria pemain ukulele ini hanya tertawa saja mendengar pertanyaan saya.
10 menit jelang pukul 15.00 WIB. Beberapa saat lagi grup musik bernama Keroncong Gambir Merdeka ini akan mentas di atas panggung sebelah barat stasiun. Setiap harinya, hingga pukul 16.00 WIB, kelima pria ini membawakan sejumlah lagu keroncong untuk menghibur penumpang kereta api yang menunggu keberangkatan.
Masjid-masjid di rest area Agustus 3, 2012
Posted by indra kh in hidup, Islam, Jalan-jalan, Masjid, ramadhan, rest area, serbaneka.Tags: cipularang, Islam, masjid rest area, ramadan, rest area, rest area km 57, rest area km 72, rest area km 97, tol cikampek
3 comments
Di zaman dulu, jika sedang melakukan perjalanan Bandung – Jakarta atau sebaliknya, rumah makan atau restoran seringkali menjadi pilihan sebagai tempat pemberhentian jika akan menunaikan shalat. Kebetulan, di sepanjang Cipanas hingga Puncak banyak sekali tempat makan yang juga menyediakan mushala bagi pengunjungnya. Seingat saya salah satu yang terkenal pada masa itu adalah restoran Roda, yang menjadi tempat pemberhentian Bus Medal Sekarwangi, sang pelopor Bus Patas Bandung Jakarta.
Sayangnya, kebanyakan mushala di tempat makan tersebut kurang representatif. Kalau meminjam istilah Ustadz Yusuf Mansur, mushalanya ada di bagian bangunan yang ter …: terbau, terpanas, tersudut, tersempit, terkotor, dsb. Memang ada juga sih masjid yang bagus untuk tempat shalat seperti contohnya Masjid Ciloto, namun karena kebanyakan orang-orang yang melakukan perjalanan itu ingin sekalian makan juga makanya restoran lebih banyak dipilih dibandingkan masjid.
Kemacetan, Mimpi Buruk di Kota Besar April 2, 2012
Posted by indra kh in serbaneka, transportation.Tags: Info Lalu Lintas, Kemacetan, Macet, transportasi
6 comments
Orang-orang yang sedang melakukan perjalanan di ruas jalan tol Beijing – Tibet pada bulan Agustus 2010 lalu mungkin tidak pernah menyangka kalau mereka bisa terjebak dalam kemacetan hingga 10 hari lamanya. Saking parahnya, dalam satu hari para pengemudi di jalan itu hanya bisa memindahkan mobilnya sejauh 3 km saja. Kemacetan sepanjang 108 km itu disebabkan oleh perbaikan jalan dan adanya lonjakan jumlah truk hingga belasan ribu yang masuk ke jalan tersebut. Peristiwa ini tercatat sebagai salah satu kemacetan terburuk yang pernah terjadi dalam sejarah.
Beberapa kemacetan terburuk lainnya misalnya yang pernah terjadi di Paris pada 1980. Kemacetan sejauh 180 km yang melibatkan 18 juta mobil ini merupakan kemacetan paling buruk yang tercatat dalam Guinness Book of World Records. Kemacetan di Houston pada tahun 2005 yang terjadi akibat kepanikan datangnya badai Rita juga tercatat sebagai salah satu kemacetan terburuk di dunia.
Di Indonesia, saya sendiri belum menemukan data kapan pernah terjadi peristiwa kemacetan yang terparah. Mungkin bisa dipilih dari peristiwa kemacetan yang sering terjadi setiap arus mudik dan arus balik lebaran, seperti di ruas Jakarta – Merak, Nagreg, atau di sepanjang pantura.
Keberanian untuk Merantau Juni 9, 2011
Posted by indra kh in culture, hidup, inspirasi, serbaneka, sosial.Tags: budaya, featured, inspirasi, kehidupan, masyarakat, merantau, sosial
18 comments
Namanya Syahrizal, sebut saja seperti itu. Siang itu ketika saya datang ke kiosnya, dia terlihat bingung mendengar omongan saya dalam bahasa Sunda: “Ngagentos jok sabaraha ieu? Tiasa diantosan teu? (Kalau mau mengganti jok motor berapa harganya? Bisa ditunggu tidak?” tanya saya kepadanya. “Maaf Pak, Saya belum mengerti bahasa Sunda,” ujarnya. “Ohhh …. Saya kira orang Sunda, hehe” kata saya.
Akhirnya saya lanjutkan obrolan dalam bahasa Indonesia saja. Ternyata Syahrizal ini baru tiga bulan tinggal di Bandung, sehingga masih kesulitan memahami bahasa Sunda. Dia ikut berdagang untuk membantu kakaknya yang lebih dulu merantau ke Tanah Priangan yang membuka kios servis jok sepeda motor dan mobil. Pemuda ini asal Minangkabau, tepatnya dari wilayah pesisir Padang.
Dilema Pasar Kaget Januari 12, 2011
Posted by indra kh in culture, pasar, serbaneka, sosial.Tags: belanja, pasar, pasar kaget, sosial
35 comments
Pasar kaget di negeri ini biasanya muncul di tempat-tempat kerumunan orang yang berolahraga atau jalan kaki di Minggu pagi, seperti alun-alun kota, tanah lapang, atau jalan-jalan yang digunakan untuk program car free day. Awalnya mungkin hanya penjual makanan saja yang berjualan di tempat-tempat kerumunan semacam ini, namun lambat laun pedagang berbagai macam jenis barang lainnya pun akan ikut nangkring juga untuk mengadu untung.
Keberadaan pasar kaget ini memang dilematis. Di satu sisi menguntungkan untuk pertumbuhan ekonomi rakyat, dan memberikan alternatif tempat berbelanja murah bagi masyarakat, namun di sisi lain keberadaannya kerap menjadi biang kerok kemacetan dan membuat kotor kota. Pasalnya usai pasar beroperasi saya amati sampah sering dibiarkan menumpuk atau mengotori jalan begitu saja oleh para pedagang dadakan ini.