jump to navigation

Harapan dan Kecemasan Orang Tua Baru Maret 26, 2007

Posted by indra kh in my-life.
trackback

 

Jumat (16/3) pukul 06.12 WIB, ponsel saya bergetar dua kali menandakan sebuah sms masuk. Ketika saya buka ternyata ada sebuah kabar gembira dari salah seorang rekan, yang memberitahukan kalau anak pertamanya sudah lahir. “Alhamdulillah,…berarti telah bertambah lagi seorang bapak di kantor saya.

Sepekan kemudian kami menyempatkan diri datang ke rumahnya dalam rangka undangan aqiqah. Sahabat saya ini dikarunia seorang anak perempuan yang lucu dan mungil. Kendati ia lahir prematur namun beratnya tetap mencukupi yakni 2,5 kg. Namun hari Jum’at (23/3) pekan lalu saya mendapat kabar, bayi mungil ini harus dirawat lagi di rumah sakit karena kuning, bilirubinnya mencapai angka 12,5 (angka bilirubin bayi dalam kondisi normal : <10). Padahal menurut pengakuan teman saya, saat pulang dari rumah bersalin bilirubinnya hanya 5. Alhamdulillah, hari Senin (26/3) ini dia sudah bisa pulang kembali.

Saya jadi ingat pada pengalaman yang sama sekira setahun yang lalu. Sebagai orang tua baru, waktu itu saya benar-benar dibuat panik dan khawatir dengan kondisi anak saya. Betapa tidak, ketika pulang dari rumah sakit angka bilirubinnya juga sama, masih 5, Namun saat pemeriksaan berikutnya 3 hari kemudian bilirubinnya melonjak hingga 11 sehingga harus dirawat lagi di rumah sakit. Pantas saja saya pikir anak saya waktu itu badannya lemas sekali. Diberi ASI enggan, maunya hanya tidur, dan jarang sekali menangis. Warna kuning sebenarnya sudah mulai tampak di wajahnya sehari seusai pulang dari rumah sakit. Namun saya santai saja, toh menurut para orang tua kondisi seperti itu cukup dijemur saja.

Ternyata hal tersebut tidak efektif. Pasalnya penurunan bilirubin bayi dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari pagi hanya efektif jika angkanya berada di bawah 10. Jika lebih dari itu maka harus menjalani penyinaran dengan sinar ultraviolet. Akhirnya saat itu tak ada pilihan lain. Untuk kesehatannya saya mesti merelakan anggota keluarga terbaru kami untuk disinar dan diinfus selama lebih kurang tiga hari. Bahkan setelah penyinaran ia pun harus ditransfusi sebanyak satu labu (ukuran kecil).

Perasaan saya saat itu benar-benar tidak karuan. Kombinasi antara kecemasan, rasa kasihan namun juga tetap diiringi harapan agar si kecil segera sehat kembali. Bagaimana tidak tega bila harus menyaksikan tangan yang mungil dan masih memerah sudah harus disuntik jarum infus, dan matanya ditutup dengan kacamata pelindung dari bahan kain untuk melindungi penglihatannya dari sinar ultra violet. Dan seusai itu mesti menjalani transfusi darah pula. Belum lagi saat itu stok darah di rumah sakit tempat anak saya dirawat waktu itu dalam kondisi terbatas sehingga tidak bisa menjanjikan darah akan ada pada saat dibutuhkan. Kendati akhirnya masih ada stok tersisa namun sebelumnya sempat ketar ketir juga, dan sibuk meminta tolong ambulans untuk memesan darah ke PMI. Benar-benar mencemaskan dan mengkhawatirkan.

 

bayi

Alhamdulillah kini sembilan bulan telah lewat. Ia telah tumbuh menjadi batita yang sehat dan lucu. Meski rasa khawatir dan cemas tentu akan selalu ada dan tak akan sirna kepada anak. Contohnya saja ketika anak sakit : Demam, diare, … perasaan seperti itu tentu akan datang lagi. Dan kecemasan itu saya rasakan kembali dua pekan lalu, saat batita mungil itu harus masuk UGD karena panasnya mencapai 39,5 derajat celcius.

Ya, ketika ia besar nanti tentu akan ada rasa cemas lainnya yang sudah siap menunggu : Khawatir akan pendidikannya, khawatir akan pergaulannya, khawatir akan pekerjaannya, khawatir akan jodohnya, khawatir akan keturunannya kelak, dan yang paling utama tentu khawatir kepada keimannya. Sungguh, saya baru merasakan dahsyatnya kasih sayang orang tua dan rasa khawatir mereka ketika saya juga telah menjadi orang tua seperti sekarang ini.

Namun demikian, rasa cemas itu pun tetap akan selalu diiringi perasaan optimis kita. Karena kita memiliki harapan dan berbagai obsesi. Kita tentu berharap anak kita akan tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas, dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, dan yang terpenting anak kita bisa bisa menjadi anak yang shaleh/shalehah yang akan memuluskan jalan orang tuanya di akherat kelak, aamin. Semua itu tentu bergantung sepenuhnya kepada ikhtiar kita dalam mendidiknya dan berpasrah kepada illahi Rabbi.

Komentar»

1. grandiosa12 - Maret 26, 2007

lucu pisan putrana.. iraha bade nambih? sing janten putra nu soleh

# Nuhun. Aamiin. Hehe,duka yeuh kang, hiji ge teu acan seep. Jiga kanu kueh wae 😀

2. helgeduelbek - Maret 27, 2007

romantika mengasuh anak, hampir semua sama. semoga sehat selalu si kecilnya.

# Yap, semoga bisa banyak belajar nih dengan pak guru. Aamin, trimakasih.

3. iffata - Maret 27, 2007

Meski belum punya anak, sejak kecil aku sering kebagian ngasuh adik (plus para sepupu kalo ortunya lagi keluar kota). Yang paling pelik ya saat para batita itu sakit. Rasanya pengen minta dituker aja, biar deh sakitnya dipindah ke kita aja, asal mereka nggak tersiksa tanpa bisa bilang apa yang sakit.

Cup cup muah muah … cepet sembuh, ya, sayang …

@ Iffata : Jadi kapan nih mau nyusul 😀

4. kangguru - Maret 28, 2007

Sampurasun, nepangkeun abdi pun Kangguru,
Resepnya gaduh buah ati totonden soca, mugia nu di picangcam siang wengi sing janten putra anu sholeh, baktos ka ibu sareng rama, sing dipaitkeun dagingna, dipahangkeun tulangna

@ kangguru : Aamiin, hatur nuhun kanu pidu’ana. Mugia kulawargi Kangguru oge dipaparin kasehatan salawasna ku Allah SWT.

5. Biho - Maret 28, 2007

Alhamdulillah…
anak nu sholeh lan sholehah teh puntangeun urang jaga, ku mangrupi du’a-du’a na.
saur sepuh tea mah geuning urang moal bisa nulung ka anak, tapi sabalikna anak bisa ngajait ka urang di poenan aherat jaga 🙂

@ Kang Biho : Tah kitu leres kang, harta anu pangsaena teh sanes banda anu ngalayah di tengah imah bro di juru bro di panto, harta anu pibagjaeun teh taya lian ti anak anu shaleh/ shalehah.

6. RAN - Maret 29, 2007

kalo gak salah, billirubinnya itu naik jadi 12,95.
ya baru ngerasain jadi orang tua. berat juga ya? tapi (kata pak ustadz) bagaimana menyikapinya dengan sebaik-baiknya. biar jadi baraqah. 😀

@ RAN : Alhamdulillah kalau anaknya sekarang sudah sehat

7. junthit - Maret 31, 2007

waah .. komunitas orang sunda neeh , comment-nya pake bhs sunda semua ..nggak ngerti aku..he..he..
Salam kenal.

@ Junthit : Waah mas kebetulan aja yang masuk ke sini banyak orang sunda :D. Sebenarnya blog ini bebas kok untuk semua kalangan, buat orang perantauan nun jauh di sana pun bisa, hehe. Selamat berjuang di negeri orang.


Tinggalkan komentar