Keberanian untuk Merantau Juni 9, 2011
Posted by indra kh in culture, hidup, inspirasi, serbaneka, sosial.Tags: budaya, featured, inspirasi, kehidupan, masyarakat, merantau, sosial
trackback
Namanya Syahrizal, sebut saja seperti itu. Siang itu ketika saya datang ke kiosnya, dia terlihat bingung mendengar omongan saya dalam bahasa Sunda: “Ngagentos jok sabaraha ieu? Tiasa diantosan teu? (Kalau mau mengganti jok motor berapa harganya? Bisa ditunggu tidak?” tanya saya kepadanya. “Maaf Pak, Saya belum mengerti bahasa Sunda,” ujarnya. “Ohhh …. Saya kira orang Sunda, hehe” kata saya.
Akhirnya saya lanjutkan obrolan dalam bahasa Indonesia saja. Ternyata Syahrizal ini baru tiga bulan tinggal di Bandung, sehingga masih kesulitan memahami bahasa Sunda. Dia ikut berdagang untuk membantu kakaknya yang lebih dulu merantau ke Tanah Priangan yang membuka kios servis jok sepeda motor dan mobil. Pemuda ini asal Minangkabau, tepatnya dari wilayah pesisir Padang.
Terus terang saya selalu kagum dengan orang-orang yang berani merantau, jauh meninggalkan kampung halamannya untuk mencari peluang untuk mengembangkan diri dan memperbaiki tingkat kesejahteraan hidupnya.Mengapa saya kagum? Karena saya belum tentu bisa seperti mereka. Entahlah apakah karena saya berasal dari suku Sunda yang biasanya enggan jauh dari kampung halaman atau karena terlampau cinta dengan tanah kelahiran? ๐ Istilahnya: “Kurung batokeun.” Mungkin pendapat saya boleh jadi tidak sepenuhnya benar, karena cukup banyak juga orang Sunda yang mencari penghidupan di tanah rantau, tapi dibandingkan orang Minang, Batak, Bawean, Bugis atau Madura jumlah perantau Sunda sepertinya masih kalah.
Saya juga sebenarnya sih lebih banyak bekerja di Jakarta dibandingkan di Bandung. Setiap pekan saya mengunjungi Ibukota, namun biasanya tidak tahan untuk berlama-lama tinggal di sana. Menjelang akhir pekan saya pasti pulang, karena kangen istri dan anak-anak ๐
Membahas tentang para perantau asal Minang, saya jadi teringat tulisan tentang merantau dari Gamawan Fauzi, Mendagri saat ini. ย Saking banyaknya perantau Minang di Indonesia atau bahkan dunia ini sehingga memunculkan sebuah anekdot, bahwa ketika Neil Amstrong mendarat di Bulan bersama Apollo 11 kurang lebih 38 tahun silam, ia sangat terkejut mendapati orang Minang sudah lebih duluan sampai di sana untuk membuka rumah makan Padang.
***
Ya, ini hanya tulisan sederhana saja. Saya hanya salut dengan orang-orang muda semacam Syahrizal yang berani mencari tantangan untuk merantau jauh meninggalkan kampung halamannya, meninggalkan keluarga yang dicintainya, untuk mencari peluang mengembangkan diri demi bekal hidup.
Diantara Anda ada perantau yang punya pengalaman menarik dan ingin berbagi cerita di sini? Silahkan.
di batur mah merantau teh udah jadi budaya, mun teu rantau teh aib … nu teu aya di tatar sunda ๐ jadi memang harus mengubah budaya orang sunda heula kang … halah
Sumuhun, eta pisan inti permasalahanna mah ๐
Maunya sih berkata, “wah saya juga tidak bisa merantau meninggalkan orang tua…..” Kenyataannya saya sudah 18 tahun tinggal di Tokyo hahaha
sekalinya kembali menulis eh tentang merantau nih ๐
EM
Wah sudah 18 tahun?? Lama juga yah. Hebat!
Iya nih mbak, nulisnya angin2an ๐
Itu kan bisa dihitung merantau juga, mang: kerja di Jakarta. Walau memang tak sama. Atau dinamakan tugas dinas saja B-)
Jakarta mah terlalu dekat, zak. Mau pulang juga gampang, hehe.
Jakarta-Bandung dekat karena adanya “bayang-bayang kota” tol Cipularang ๐ hehehe…. kurang seru untuk sebuah perjalanan.
Kang Indra apa kabar, kemana saja baru ngeblog lagi ๐
Orangtua saya dan saya juga ya, sudah merantau di Jakarta selama 35 tahun ๐
Baik mbak. Iya nih kelamaan hilang dari peredaran dunia blog, hehe.
35 tahun mah sudah seperti penduduk asli dong yah? ๐
Saya perantauan dari Jakarta ke Depok.
Hehehe
urang minang memang jagonya merantau. Tak heran jika di seluruh nusantara akan mudah dijumpai urang minang.
orang perantau memang lebih mandiri dan tabah dalam mengarungi kerasnya kehidupan
tulisan sederhana yang mempunyai nilai yang tidak sederhana… saya suka membacanya.
salam kenal dan selamat terus berkarya.
Tulisan Sedehana itu
Memberikan amanat
Untuk kita bisa Mandiri …
Ibu saya orang minang asli, tetapi jiwa ‘merantau’ sepertinya tidak tertanam dalam diri saya. Mungkin karena ibu saya tidak terlalu mewariskan nilai-nilai ke-minang-annya kali yah…
Tapi tetap, sama seperti anda, saya pun kagum dengan sosok seperti Syahrizal…
merantau melatih kita untuk mandiri…
Mangsa kiwari mah tos seueur kang urang sunda nu ngarantau kaluar pulo jawa…siga abdi ieu nu tos 13 taun di martapura,kalsel, diteun abdi di martapura ieu seueur oge urang sunda misalna di desa sindang jaya,simpang empat pengaron,kab.banjar kalsel eta desa teh wargana hampir 100% nganggo basa sunda. Teras didaerah mangkalapi,karangmulya,kusan hulu tanah bumbu seueur oge urang sundana jeung deui masih nganggo basa sunda dan sebagian kecil basa jawa
wah saya Pemuda Sunda kang , siapa bilang orang Sunda takut ngerantau , disini didaerah tempat saya Tinggal Kalsel , Orang2 Sunda bejibun banget , mulai dari tukang batagor , Gorengan , PNS sampai pengusaha sukses juga ada , bahkan disini juga ada satu Desa yang 70 persennya Orang Sunda , nama desanya Hegar Manah di daerah Tabalong , terus satu desa di kecamatan cintapuri , kabupaten banjar , kalimantan selatab , terus juga ada kampung sunda yang sudah berdiri sejak jaman pemberontakan DI/TII Ibnu hajar di kalsel mereka2 itu adalah keturunan dari para Prajurit Kodam Siliwangi jaman dulu
jadi mulai sekarang jangan pernah menganggap Orang Sunda itu bukan perantau…! karena itu adalah sebuah kesalahan besar dan fatal kang.