jump to navigation

Buka Mata ini Nyata Mei 15, 2008

Posted by indra kh in daily, ekonomi, hidup, my-life, serbaneka, topics.
trackback

Langkah kaki Mak Inah, sebut saja begitu, terlihat sudah melambat meski tidak gontai. Tubuh ringkihnya membungkuk menanggung beban setumpuk kayu bakar hasil pencariannya di sekitar kaki Gunung Putri. Menilik usianya semestinya ia tinggal menikmati hidup saja. Namun kondisi ekonomilah yang memaksanya harus mencari bahan bakar gratisan yang tak membutuhkan biaya, seperti potongan-potongan bambu atau kayu-kayu bekas. Sesekali kayu bakar itu ia jual untuk menyambung hidupnya.

“Langkah Mak Inah demi seikat kayu bakar (indrakh)”

Kendati begitu Mak Inah masih bisa lebih tenang. Ia tak terlalu dipusingkan dengan kian langkanya minyak tanah di tanah Pasundan. Ia tak risau seperti masyarakat lain yang kelimpungan dengan lenyapnya gas elpiji di Negorij Bandong dan sejumlah daerah lainnya. Satu pertanyaan yang mungkin masih melintas dalam benaknya: “Masih terbelikah bahan makanan pada saat BBM naik kelak?

***

Sebulan belakangan ini ada aktivitas baru bagi sebagian penduduk Indonesia, yakni mengantri. Mulai dari antrian untuk membeli minyak goreng operasi pasar, mengantri untuk mendapatkan beras murah dengan kualitas memprihatinkan, dan kini ditambah dengan antrian untuk mendapatkan bahan bakar: minyak tanah dan gas elpiji yang kian langka. Jika pun tidak ingin mengantri mereka mesti merogoh kocek lebih dalam. Pasalnya harga bahan bakar rakyat Indonesia itu kini naik hingga hampir dua kali lipat. Harga eceran gas elpiji misalnya, yang asalnya 55 ribu kini menjadi sekitar 85 ribu hingga 90 ribu.

Terlepas dari alasan Pertamina yang berdalih bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh rusaknya kilang di Balongan pekan lalu, faktanya kelangkaan gas elpiji sebenarnya sudah terjadi sebulan belakangan ini. Melihat situasi seperti itu saya sering merasa heran. Di satu sisi pemerintah sendiri yang membuat kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji, namun di sisi lain pemerintah – lewat Pertamina – juga ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar konversi tersebut. Quo vadis kebijakan energi dan bahan bakar?

“Antrian di salah satu penyalur gas elpiji sekitar Pasar Sederhana, Bandung (indrakh)”

Belum usai masalah kelangkaan bahan bakar, stress test terhadap masyarakat sudah bertambah lagi dengan rencana pemerintah menaikkan BBM hingga 30%. Satu hal yang saya sesalkan tentang rencana ini adalah sikap tarik ulur pemerintah yang tidak tegas terhadap keputusan tersebut. Naik atau tidak? Sungguh tidak ada kepastian. Akibatnya kondisi seperti itu malah menjadi santapan empuk bagi para spekulan. Lihat saja , berita tentang penimbunan BBM marak di mana-mana. Harga bahan pokok dan kebutuhan hidup lainnya bahkan sudah lebih dulu merangkak naik.

Masyarakat kebanyakan saat ini harus siap-siap menanggung beban lebih berat yang tak terlihat di punggungnya: dimulai dari sekarung kenaikan harga kedelai, terigu, beras, sebotol minyak goreng. Kini beban di atas punggung itu akan bertambah dengan setangki minyak tanah, setabung gas, sejerigen premium, solar, dsb, berikut sekontainer harga bahan pokok, bahan baku produksi, dan lain-lain yang mengikuti kenaikan BBM.

“Antrian warga Cikutra di salah satu depot minyak tanah (indrakh)”

Satu hal yang disebut-sebut akan meringankan beban adalah uang 100 ribu per bulan bagi warga tak mampu yang konon sudah cukup untuk menjadi kompensasi. Padahal pengalaman BLT sebelumnya sudah membuktikan kekisruhan cara kompensasi semacam itu. Dari mulai tidak validnya data warga miskin yang menyebabkan warga mampu turut menerima kompensasi sementara warga miskin tidak mendapatkannya, hingga maraknya penganiayaan sejumlah kepala desa oleh warganya sebagai wujud kekesalan karena nama keluarga mereka tidak tercatat dalam daftar penerima BLT. Peluang terulangnya kejadian semacam itu kian terbuka manakala database yang digunakan untuk pembagian kompensasi ini adalah hasil pendataan 2005, yang sudah tentu tidak menggambarkan kondisi riil saat ini.

Jika belakangan muncul pernyataan bahwa kenaikan ini tidak akan merugikan warga miskin, cobalah untuk bertanya lagi pada hati nurani dan bersikap membumi. Atau jika meminjam slogan pada segmen acara Hanya di Indonesia, Nuansa pagi RCTI, cobalah untuk “Buka Mata Ini Nyata, Hanya ada di Indonesia.”

**

Meski demikian kondisi ini jangan sampai membuat kita patah arang. Sikap optimis harus kita kedepankan. Toh bagaimanapun juga, inilah kenyataan hidup. Tetap harus kita hadapi, dan berserah kepada Ilahi Rabbi.

Anda punya pendapat tentang hal ini, silahkan berbagi.

Gambar lainnya bisa dilihat di sini: “Aktivitas Baru Warga Bandung”

Komentar»

1. bangzenk - Mei 15, 2008

Iya kang Indra.. masih emut ka sim kuring? pasti moal da tepang ge teu acan 😀

sepakat kang, bantuan langsung tunai hanya merupakan bentuk pembodohan. SBY-JK sepertinya kurang memahami kondisi masyarakat kita sebenarnya.

Mak Inah itu tidak satu-dua, ribuan, melainkan jutaan orang yang bernasib sama di Indonesia.

semestinya merekalah yang semestinya jadi perhatian utama pemerintah, bukan angka tentang berkurangnya kemiskinan.

salamhangat.
berbagi cerita tt BLT

@ bangjenk: trims ah sudah mampir. Masih di negeri walanda ini teh?

2. gempur - Mei 15, 2008

kdang mrasa malu ama mak inah-mak inah indonesia, bagaimanapun, mereka lah yang lebih dulu menjaga, merawat indonesia dan kita hanya mampu menghabisinya…

*tertunduk malu*

@ gempur: betul mas, Mak Inah tidak mencari kayu dengan buldozer dan membabat hutannya secara membabi buta. Ia hanya mencari sedikit kayu dan bambu yang sudah tidak terpakai untuk dapurnya supaya ngebul

3. hafidzi - Mei 15, 2008

sy ikut bersedih dengan keadaan disana Om….sangat memprihatinkan, kira2 pemerintah kita itu memperhatikan kita ngga ya? atau cuma ngurusin sesuatu yg ngga penting? 😀

semoga Negara Kita tetap Maju dan dihargai Negara Lain..^^

slm knl dr Egypt,

@ hafidzi: entahlah, eskalasi politik menjelang 2009 mungkin lebih penting

4. Harjo - Mei 15, 2008

Saya pun ikut prihatin, Kang…
BLT itu kan kata-kata lembut untuk mengatakan sogokan kepada rakyat kecil, supaya jangan demo.

@ harjo: iya juga, yah 😀

5. Donny Reza - Mei 15, 2008

Saya beberapa hari lalu, ngobrol dengan seorang bapak di daerah Mengger, deket STT Telkom, rumahnya emang memprihatinkan … dia bilang, “kadang dengan situasi seperti ini, pengen cepet mati aja…” (pake bahasa sunda tapinya) 🙂

@ donny: harus gimana atuh yah, kang? 😦

6. edratna - Mei 15, 2008

Sulitnya kehidupan saya di masa kecil, di kota kecil di kaki lereng dua buah gunung, antri minyak tanah, antri beras dll….membuat berani mengejar cita-cita. memang dibutuhkan kerja keras untuk membangun bangsa ini, namun tak hanya kerja keras, juga disiplin, efisiensi dan bertanggung jawab (berani punya anak jika yakin bisa memberikan penghidupan dan pendidikan layak sampai dengan anak mandiri)…

Sulit untuk memulai dari mana memperbaikinya, tapi sebetulnya kita bisa mulai dari lingkungan sekitar kita, saudara kita, bukan dengan memberi uang tapi mengajak bekerja keras…

@ edratna: Setujuw bu 🙂

7. SQ - Mei 15, 2008

“Buka Mata Ini Nyata” Negara ini sudah mau bangkrut….
Tapi nggak papa lah…sebangkrut-bangkrutnya, saya tetap cinta Indonesia

@ SQ: bagus jelek tetap negara kita 🙂

8. GR - Mei 15, 2008

Turut prihatin atas kemunduran bangsa indonesia. Peringatan 1 abad kebangkitan nasional menjadi tak bermakna… 😦

@ GR: ironis memang, kang

9. Fikar - Mei 15, 2008

Semoga akan ada penyelesaian..

@ zulfikars: mudah-mudahan

10. rumahkayubekas - Mei 15, 2008

Ya..sudah lebih dari cukup keprihatinan yang ada ditanah- air.
Peduli yuk kita peduli.
Difikirkan dan ditindak- lanjuti.

@ rumahkayubekas: hayuu ki, apa yang bisa kita perbuat

11. theloebizz - Mei 15, 2008

selalu speechless klo liat dunia nyata di indonesia yg selalu bikin miris hati… 😉

@ theloebizz: mudah-mudahan bisa membuat kita mens4ukuri apa yang telah didapat. Insya Allah

12. Ide Bisnis - Mei 15, 2008

kumaha carana urang bisa membantu mereka.. duh gusti teuing

@ roffi: mulai berbuat sesuatu di sekitar rumah kita mungkin kang, lihat tetangga kiri kanan s6apa tau ada yg kekurangan

13. zoel chaniago - Mei 15, 2008

sesak nafasku melihat kondisi bangsa ini.. kapan ya ada perubahan

@ zoel: mudah2an akan ada perubahan

14. enggar - Mei 15, 2008

Hm, kira-kita apa yang bisa kita lakukan ya?

@rumahkayubekas:
Setuju, Ki. Ada ide kah?

15. economatic - Mei 15, 2008

Kalo gambaran yang kaya begini bukan hal baru sich bagi saya bahkan pernah mengalaminya, tapi kok dari dulu nggak ada solusi untuk menanggulangi masalah tersebut.
Salam kenal http://economatic.wordpress.com/

@ economatic : hehe, iya yah

16. aRuL - Mei 15, 2008

yah ampun kang….. saya semakin tidak yakin BLT menjadi kompensasi yang pantas untuk mengatasi gejolak kenaikan harga BBM ini.
saatnya pemerintah betul2 memberdayakan masyarakat kita.
program pemerintah tidak sekedar memperbaiki anggaran APBN, atau meningkatkan perekonomian.. tapi bagaimana rakyat2 terutama di kalangan bawah bisa merasakan kemakmuran Indonesia yang selalu digadang2 sebagai negara kaya sumber daya alam itu 🙂

@ aRuL: mungkin lebih efektif jika disalurkan ke sektor pendidikan/ kesehatan

17. Yari NK - Mei 15, 2008

Saya pernah bertemu dengan seorang perempuan tua yang bungkuk sekali di dekat rumah saya, di ujung Jalan Cilaki dekat di Taman Supratman. Mungkin perempuan itu beliaukah??

@ Yari NK: mungkin sama, pak. Saya sendiri bertemu beliau di Bandung Utara sana

18. Batagor.net - Mei 16, 2008

Pemerintah kesannya jadi pengecut. Saya lebih memilih BBM akan dinaikkan besok sehingga saya bisa membelinya banyak – banyak terlebih dahulu. Soalnya saya tidak suka kalau uang hasil keringat hilang dalam seminggu. 😕

@ batagor: hehe, nimbun2 nih 😀

19. Kang Aom - Mei 16, 2008

Sekitar Tahun ’65-’66 di kampung saya sekitar “dangdeur” dan sekitarnya (sekarang Jl Mutiara – Jl. Haremis – Jl. Banteng) terdapat koperasi warga (sekarang Kantor RW) di Jl Penyu Bandung, pernah juga terjadi antrian panjang untuk sekedar memperoleh minyak tanah… Umur saya waktu itu baru 5 tahun. Walaupun dengan alasan dan penyebab berbeda , namun kejadiannya tetap sama antri minyak tanah. Indonesia ini memang aneh, kaya minyak tapi rakyatnya malah antri untuk memperoleh minyak tanah, mahal lagi !

Tariiiiik Jabrig !

@ Kang Aom: jaman dulu saya sering mendengar kisah antri mengantri ini dari uyut, aki, nini. Tak menyangka hal semacam itu ada lagi pada masa kini.

20. Hedwig™ - Mei 16, 2008

Sudah dua bulan kompor minyak tanah di rumah tidak membara, karena minyak tanah diganti gas.
Seorang rekan mengatakan, kondisi kilang pengolahan gas sedang mengalami gangguan, membuat gas menjadi langka di pasaran (mungkin sebagian ikut ditimbun).

Sementara pake kompor listrik dan enggak nonton tipi dulu 🙂

@ hedwig: wedeww, kompor listrik boros pasti yah

21. Alex - Mei 16, 2008

Indrakh wrote: “Meski demikian kondisi ini jangan sampai membuat kita patah arang. Sikap optimis harus kita kedepankan. Toh bagaimanapun juga, inilah kenyataan hidup. Tetap harus kita hadapi, dan berserah kepada Ilahi Rabbi.”

yup setuju mas. semua Allah yang ngatur. semua pasti akan berjalan dgn lancar dan mudah.InsyaAllah, karena Allah tidaka akan memberi beban diluar kemampuan kita.

yuk semangat-semangat.

salam kenal mas Indra, thanks ya udah komen diblogku. aku link ya

@ Alex: salam kenal juga mas 🙂

22. hanggadamai - Mei 16, 2008

sedih akan nasib bangsa ini 😦

@ hanggadamai: hiks … 😦

23. FaNZ - Mei 16, 2008

kasihan banget.. kapan yah bangsa ini maju??

@ Fanz: semoga masih bisa berubah pada masa mendatang, amin

24. Tedy - Mei 16, 2008

saatnya kita beralih ke energi alternatip :mrgreen:

25. Donny Reza - Mei 16, 2008

Kang, lebih cepet daripadapake theme yang kemaren … 🙂

26. gajahkurus - Mei 16, 2008

Masih banyak Mak Inah-Mak Inah lainnya di tanah Ibu Pertiwi. Tetapi sepertinya mereka lebih siap dari orang kaya kala menghadapi krisis demi krisis.

27. nenyok - Mei 16, 2008

Salam
Nya pami di kampung2 mah komo di tatar sunda, masih keneh seueur nu nganggo hawu, milarian suluh kanggo masak, sok karunya tapi kumaha nya kitulah kahirupan, nu pnting ikhlas nampina panginten.
Wilujeng tepang, salam kenal aja 🙂

28. Hasan Seru - Mei 16, 2008

mas, aku gak tega… bener… mak inah… beliau tinggal dimana? aku pengen ketemu dengan beliau…

29. indra1082 - Mei 17, 2008

Pemandangan yang kontras dengan Hiruk Pikuk dan gemerlap Jakarta dan kota2 besar lainnya
eh jangan lupa
DUKUNG & DOAKAN TIM UBER INDONESIA

30. Kang Sadi - Mei 17, 2008

Untuk gb 1..teringat aku akan simbokku di kampung.
Setelah anak2nya pergi merantau ke Kota,simbokku sendiri di kampung bersama tetangga.
Dengan jualan di pasar untuk menghibur diri dan dapat bercanda dengan teman temannya , duh betapa kangennya aku..
Mbok …Aku sayang kamu…aku kangen kamu…aku selalu doakan simbok agar sehat ya..
Dari putramu yang dirantau

31. natazya - Mei 18, 2008

“Buka Mata Ini Nyata, Hanya ada di Indonesia.”

bitter but true 😦

ya… saya juga kemarin di depan rumah liat nini nini babawaan gerobak susah payah…

tapi gapapa! itu motivator! buat orang lain yang jauh lebih beruntung dan masih suka mengeluh *menampar diri sendiri* dan insya Allah berati pahala ditumbun…

32. MARZUKI - Mei 19, 2008

sangat bagus buat mengatasi penyakit deeeeeeeeeh

33. nengthree - Mei 19, 2008

miris emang..
mulai sekarang.. hilangkan budaya antri!!
antri yang kaya dibahas ini.
satu pelajaran dari ma’inah.. tetep SEMANGAT !!

heu heu.. so tau diriku ini

34. musa - Mei 21, 2008

Smangat!!!

35. mar - Mei 23, 2008

bagaikan makan buah simalakama, mungkin. di satu sisi, subsidi BBM memang SALAH SASARAN! Mas Indra punya mobil ? kalau iya, berarti mas masuk dalam DOK (Daftar Orang Kaya). Kalau sudah kaya, seharusnya menerima subsidi yang lebih sedikit daripada orang yang fakir atau bahkan miskin.
Kenyataannya, sebuah kendaraan yang paling banter sehari rata-rata hanya minum bensin 2 liter, sedangkan mobil rata-rata 5 liter. kalau pembelian setiap liter mendapat subsidi, maka si empunya mobil lebih banyak menikmati subsidi yang notabenenya mereka orang berduit.
jangan berpikir bahwa saya prokenaikan bbm. saya hanya mencoba menilik dari sudut pandang yang lebih obyektif.

36. Harjo - Mei 23, 2008

Kemarin saya ke Taman Jaya, sebuah desa terakhir sebelum masuk ke kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Masalah BBM di sini sangat memprihatinkan sekali, harga bensin di sini sudah Rp 7.500,- per liter. Itu pun masih bagus, kalau memang ada. Masalahnya BBM itu pun tidak ada. Kasihan para nelayan di sana.
Kalau sampai naik betulan, berarti kemungkinan bisa mencapai Rp. 10.000-an. Dan jika betul begitu, maka kebanyakan sopir angkot benar-benar akan menyerah total …
Kasihan ya …

37. peyek - Mei 23, 2008

lihat gambar mak inah, duh… jadi miris kang!

38. andri - Mei 26, 2008

“Sedih ya, BBM pun naik- BLT juga kelihatanya gak tepat sasaran. Entahlah aqu harus bertanya pada siapa pak tuk mencari solusi? ttg masalah ini…. karena Angkot di Bdg juga dh naik he..22 Kalo film Naga Bonar 2 = Apa kata Dunia?, Indonesia penghasil Minyak terbesar di Dunia , tapi rakyatnya tuk dapet minyak aja harus antri plus harganya mulai naik,.. prihatin juga ya.”

39. on2hood - Juni 3, 2008

Kaayaanna nagara sakarat, para pajabat taya ras-rasan ka rakyatna, ngarancang anggaran kabablasan ngarah gampang ngabangsatna, rakyat sangsara alatan taya daya kana sagala papatah nagara, rakyat hayang kaya taya pakasaban, hayang jajan taya dana, sagala barang ngadaadak langka, kadaharan ngadadak marahal alatan bahan bakar mahal hargana, matak wajar… pas rakyat lapar hayang dahar ngan cacap kana jalantah jang masakna, da sagala barang marahal. Laaah…. matak haat.

40. devy - Juni 5, 2008

Pak, rada OOT ( Out of Topic ) ya.. aq baca komen anda di ideusaha.com, tentang content writer dan tertarik kisah anda tentang penulis bayangan seorang kolumnis, pengen juga bisa ikutan kayak anda, tapi ga tau gimana cara memulainya, kalo ga keberatan, mohon pencerahan pak..
Ma kasih

41. caTcode - Juni 10, 2008

Ini juga yg bikin jengkel. dulu waktu masih pake minyak tanah pemerintah gembor2kan untuk pake elpiji *yang harganya alamaak*. giliran udah beli tabungnya ngilang entah kemana.. nggak tau mau diapain tuh kompor di dapur?

42. triyo - Juni 11, 2008

ya ampun ndra, itu mak inah lagi ngangkut kayu bakar bukannya dibantuin, malah asik-asikan motret, ck ck ck..ampun dj……

43. nengthree - Juni 17, 2008

belom di update nih.. heu heu..

44. adit-nya niez - Juni 18, 2008

Asal jgn dihadapi dengan tindakan anarkis saja… :mrgreen:

45. Supermance - Juli 14, 2008

Miris ngeliat foto-fotonya, oh Indonesia ku …. cepet bangkit napeh ! 🙂

46. Balisugar.com - Agustus 24, 2008

Duh deudeuh teuing si Ema 😦

47. Chimod - Oktober 24, 2008

Duuh karunya teuing emma, jadi inget ke nenek saiah yang diSumedang, klo mau dibantuin teh suka nolak aja…. 😦

48. Namida Usagi - September 28, 2011

Matur nuwun nggih!
Aku jadi kebantu buat tugas berkat ini

49. denny the rep - September 29, 2011

tugas jadi lancar berkat ini

50. ***>>ferri ask you - September 29, 2011

wwuahh berkat ini saya jadi cepat menyelesaikan tugas dan dapat di bantu


Tinggalkan komentar