jump to navigation

Bukan Tukang Cukur Biasa November 21, 2007

Posted by indra kh in Bandung, daily, my-life, topics.
trackback

Sambil memangkas rambut dia akan bercerita banyak dan mengajak berdiskusi tentang apa saja. Sambil sesekali menghisap dalam-dalam rokok kretek yang menjadi ciri khasnya. Saya masih ingat, pada kunjungan terakhir ke tempatnya Kang Momon sempat berkeluh kesah tentang biaya kuliah anaknya yang dipandang sangat mahal.

“Suasana di salah satu tempat pemangkas rambut di Ciumbuleuit, Bandung (indrakh)”

Sebuah tulisan Zaky Yamani di HU Pikiran Rakyat edisi 15 November lalu benar-benar mengagetkan saya. Kang Momon ternyata sudah meninggal. Siapakah Kang Momon? Ia memang bukan artis atau selebritis. Ia hanyalah seorang tukang cukur yang membuka prakteknya di bilangan Simpang, Dago, tak jauh dari kedai Bubur Ayam Pak Zaenal. Kini dia sudah tiada karena penyakit liver yang dideritanya. Semoga Allah SWT melapangkan jalannya.

Lebih kurang 25 tahun saya mengenal dia. Almarhum Kakek saya yang pertamakali membawa ke pemangkas rambut “Sesuai,” tempat praktik cukur Kang Momon. Satu hal yang saya kagumi dari sosok tukang pangkas rambut yang satu ini adalah kepiawaiannya dalam mendengar, menangkap informasi dan bercerita tentang banyak hal. Dari mulai masalah politik, seni, Persib, dan nilai-nilai tentang hidup. Bahkan ia sangat mengenal sejumlah nama-nama anggota keluarga besar saya. Ia pun dengan hapal menceritakan ulang kabar anggota keluarga atau kerabat saya yang sempat datang ke tempatnya. Hal seperti ini ternyata dialami juga oleh beberapa teman saya yang juga menjadi pelanggannya.

Sambil memangkas rambut dia akan bercerita banyak dan mengajak berdiskusi tentang apa saja. Sambil sesekali menghisap dalam-dalam rokok kretek yang menjadi ciri khasnya. Saya masih ingat, pada kunjungan terakhir ke tempatnya Kang Momon sempat berkeluh kesah tentang biaya kuliah anaknya yang dipandang sangat mahal. Dia heran, mengapa makin ke sini biaya pendidikan bukan makin terjangkau namun kian mahal saja.

Sejumlah tukang pangkas rambut yang pernah saya kunjungi pun memiliki sifat yang hampir sama, yakni gemar bercerita kepada pelanggannya. Terutama mereka yang berasal dari Banyuresmi atau Limbangan, Garut. Entahlah apakah itu menjadi ciri khas mereka atau tidak. Ada yang senang bercerita tentang otomotif, ada yang senang berkisah tentang kondisi di kampung halamannya, bahkan ada tukang cukur yang spesialis mengkritisi kondisi terkini. Setiap saya datang ke tempatnya hampir dipastikan saya akan mendengar keluh kesah dan kritik dia tentang kemacetan kota, mahalnya biaya hidup, kebijakan pemerintah, dsb.

Sosok-sosok seperti inilah yang membuat saya lebih memilih tukang pangkas rambut ketimbang salon. Kendati tempat mereka sederhana, namun obrolan-obrolan tentang berbagai hal yang mereka lontarkan membuat saya tidak ragu untuk memilih datang lagi ke tempatnya pada lain waktu. Karena terkadang dari hasil obrolannya itu juga bisa memunculkan ide, inspirasi atau motivasi bagi saya.

Bagaimana dengan style tukang cukur langganan Anda? Apakah juga seperti yang saya alami? Silahkan berbagi di sini.

Komentar»

1. Rully - November 21, 2007

pertamax! :mrgreen:

saya juga biasanya potong rambut di pangkas rambut garut. kalo cocok (hasilnya), disitu terus (meskipun agak jauh jaraknya). kalo gak cocok, gak dateng-dateng lagi. tarifnya juga relatif terjangkau. sekitar 6 atau 7 ribu paling mahal.

@ Rully: ngan sok keueung mun dibatek2 dagu nyak (pas pijet)

2. aprikot - November 21, 2007

ibu yg suka gunting rambut saya itu cuma seorang ibu yang berhasil nyekolahin 3 anaknya smpi perguruan tinggi, tidak banyak omong namun murah senyum 😀

@ aprikot: hebat betul, ya 🙂 Salut.

3. roffi - November 21, 2007

memang enak nongkrong di tukang cukur.. abdi unggal dinten sok mampir heula di tukcur langganan… nyaeta ukur ngobrol wungkul da hulu mah cepak.. (dicukurna 2 bulan sakali hehehe)..

@ roffi: ngobrol sareng tukang cukur mah katagihannya, kang 😀

4. kurtubi - November 21, 2007

selamat jalan Kang Momon… sekarang tempatmu membuat banyak orang jadi terkenang akan jasa baikmu senyum dan segalanya… benar2 manusia meninggalkan nama yaa?
saya pun punya langganan cukur keliling mirip Kang Momon… bercanda dan bergurau saat di cukur, kadang lupa akan gaya cukurannya… 🙂

@ Kurtubi: Terbukti ya pak, berbuat baik akan berbuah kebaikan juga (nama baik misalnya)

5. deKing - November 21, 2007

Eh saya juga suka ngobrol sama tukang cukur langganan saya. Asyik, apalagi beliau sudah cukup berumur (sekitar 65 tahun-an) jadi banyak ilmu yang saya dapatkan

@ deKing: ngobrol dengan tukang cukur kadang bisa lupa waktu. Tahu-tahu rambut sudah selesai dipangkas, padahal obrolan masih banyak 🙂

6. Donny - November 21, 2007

DI deket kostan saya, tukang cukurnya ahli ngurus burung supaya jago berkicau dan juga ngurus motor…:))

@ Donny: multitalenta banget tuh tukang cukur 🙂

7. Rayyan - November 22, 2007

Oh Kang Momon ya namanya. Saya pernah dipangkas oleh Bapak tersebut. Saat pangkas yang kedua, ternyata kata tukang pangkas yang lain, Bapaknya sudah meninggal.

@ Rayyan: Mas Rayyan kenal juga ternyata.

8. iffata - November 22, 2007

Dulu fa suka ikut kalo Maka lagi potong rambut di Nizma (bener gitu namanya?) yg di Tubagus. Ada satu tukang cukur (sayang kami tak pernah tahu namanya) yg mengesankan hingga kami rutin kembali ke sana. Obrolan dengannya mengalir tanpa dipaksakan, pun sarat dengan pesan moral yang tak membuat kami merasa digurui. 🙂

Tapi sejak Maka meninggal, fa gak pernah ke sana lagi, jadi gak pernah liat orang itu lagi. 😉

@ iffata: tukang cukur juga bisa jadi sumber ilmu dan inspirasi ya

9. Yari NK - November 23, 2007

Wah jangankan tukang cukur, ehm bencong salon aja bisa dijadikan inspirasi, bener kok. Di Jakarta dulu, saya punya tukang cukur rambut bencong, tapi omongannya ngga seperti bencong2 lain yang omongannya cuma sekedar dua ol saja yaitu, maaf: k****l dan b**l saja, orangnya canggih omongannya politik, seni, ekonomi, film, buku sampai segala rupa.
Tapi sayang, setelah saya bermodel rambut cepak atau crewcut 11 tahun belakangan ini, seperti di foto saya, saya lebih cocok dengan potongan tukang cukur dibandingkan salon, apalagi setelah saya kerja di Bandung.
Ini mungkin menunjukkan bahwa, kita sering merendahkan orang, namun kita tidak tahu bahwa orang tersebut mungkin dpt menjadi sumber inspirasi bagi orang lain yg berbicara dengannya……..

@ Yari NK: inspirasi bisa datang dari siapa saja, ya Om 🙂

10. almascatie - November 24, 2007

hebat bangettt
mantap n keren
bikin tamu serasa dirumah aja tuh
goood

@ almascatie: sudak duduk (dicukur) lupa berdiri, hehe

11. liezmaya - November 25, 2007

malah suka ngerasa kecewa dengan salon2 yang baru dicoba *kunjungan pertama
kecewa, eh lari lagi2 ke tukang cukur langganan biasa, itu bapakku hehe, dia menyebutnya salon Virgo [di vivir bai cingogo] =))

@ liezmaya: Virgo !! hahha, aya-aya wae istilahna.

12. gies - November 27, 2007

turut berduka cita 😦 semoga amal baik Beliau diterima Allah SWT…sebenarnya pekerjaan apapun asalkan halal pasti mulia…salut buat Kang Momon..

@ gies: aamiin

13. andri - November 27, 2007

“yup, betul pak, simbahku masih sehat berprofesi seperti kisah ini, usianya dh sepuh, kemaren pas nyukur aqu waktu liburan idul fitri… ngedongeng itu lama banget ..he..he…sampai aqu ngantuk, …plus kalo ngasih nasihat ya… aqu sih nurut aja,.. kalo gk kan cukuran gak beres…hi..hii

@ Andri: bukan dongeng sebelum tidur ya, tapi dongeng sebelum cukur lalu ketiduran, hehe

14. kangguru - November 28, 2007

dibawah pohon rindang sambil deg-deg plas digusur tibum hahhahahhaha

@ kangguru: gaya pisan wak dicukurna di DPR, hehe. Hanya kalau pas dicukur baru sabeulah lalu ada tibum kabayang wirangna, heuheuey

15. Taryan - November 28, 2007

Dulu waktu jaman SMP-SMU saya sering dicukur di salon VIRGO yang hanya mengucap CAP NUHUN. dan sekarang pun saya lebih memilih pergi ketukang cukur biasa daripada ke salon.

@ Taryan: terang ti teh liez, Virgo (di-vivir bari cingogo) 😀

16. Budi Sulistyo - Desember 4, 2007

Sepertinya pernah cukur di tempat yg di foto itu. Dulu berlangganan di DPR jalan Kidang Pananjung. Trus di Simpang Dago dekat Sate Banyumas. Sekarang saya berlangganan di salon yang agak murah di daerah Katamso, dekat Griya. Ngobrol2nya asik juga, tentang perjalan hidup si tukang potong.

@ Budi Sulistyo: yang ada di gambar tukang cukur yang di Gandok, mas, mungkin pernah ke sana.

17. budi sulis - Desember 4, 2007

Dulu berlangganan potong rambut di DPR jl. Kidang pananjung. Asik lho, sejuk. Trus di tukang cukur dekat Sate Banyumas, Simpang Dago. Asik juga, bau-bau sate. Yg terakhir, berlangganan di salon di Jl. Pahlawan dekat Griya. Asik juga, sering bikin ngantuk, bonusnya pijat, sayangnya cuma sebentar pijatnya.

@ Budi Sulis: nah yang deket sate banyumas itu juga saya pernah. Sebenernya tukang pangkas di situ masih kerabatan dengan tukang pangkas rambut sesuai (alm. kang Momon)

18. dwie - Desember 4, 2007

@ budi

saking enaknya dicukur pasti ketiduran tau2…selesai, dibangunkan untuk kramas.

19. Spadmo - Februari 3, 2008

salah satu kalau saya cukur yang saya harapkan adalah pijitannya.Bahkan baru-baru ini saya datang ke tempat cukur tetapi hanya pingin dipijit saja,yaah itulah pijitan yang membuat lebih ringan kepala.Dan tempat pangkas tersebut adalah tempat pangkas RAMBUT ANAS di jalan Reog dekat dengan SESKO TNI.

20. widiyha - Maret 2, 2015

good nice bwt kang momon


Tinggalkan komentar