jump to navigation

Quo Vadis Kawasan Bandung Utara April 23, 2008

Posted by indra kh in Bandung, topics.
trackback

Sedikit menyinggung tentang hari bumi, namun kali ini saya ingin mencermati kondisi yang terjadi secara lokal saja, khususnya Bandung. Dulu, bila ditanya kesan tentang Bandung kepada para pendatang jawabannya cukup melegakan. “Bandung itu sejuk banyak pepohonan. Airnya juga dingin menyegarkan,” Demikian kesan yang sering saya dengar waktu itu. Konon saking dinginnya air di kota Bandung membuat para pendatang enggan untuk mandi pagi. Namun jika pertanyaan tersebut ditanyakan saat ini jawaban yang didapat sepertinya akan berbeda. “Bandung jadi panas, sumpek, macet, bahkan susah air.”

“Pembangunan di sekitar Curug Dago (indrakh)”

Kian sulitnya pemenuhan air bersih di kota kembang tercermin dari mudah ditemuinya gerobak-gerobak penjual air bersih di sejumlah pemukiman. Di Cipadung sejumlah warga bahkan saat ini terpaksa menggunakan air selokan untuk kebutuhan mandi dan mencuci karena suplai air bersih dari pabrik di sekitar pemukiman mereka terhenti. Miris memang, tapi itulah kondisi Bandung. Semakin rusaknya lingkungan Bandung dan sekitarnya juga dapat dilihat dari sulitnya PDAM mencari sumber air baru untuk air baku. Di sisi lain sumber air yang ada debitnya terus menurun.

Bila ditelusuri pasti banyak penyebabnya. Rusaknya kawasan konservasi di Bandung utara salah satunya. Saat ini bagian mana di Kawasan Bandung Utara (KBU) yang masih terpelihara? Kalaupun masih ada mungkin tidak banyak. Dago atas yang dulu masih dikelilingi hutan kini perlahan berubah menjadi pemukiman dan tempat usaha. Tengok misalnya sekitar terminal Dago atau Curug Dago yang kini sudah berubah menjadi real estate dan sekolah internasional. Keasrian Dago Pakar dan Ciburial pun makin lenyap oleh kian banyaknya villa maupun perumahan. Padahal daerah tersebut termasuk salah satu wilayah rawan longsor. Tak terbayang jadinya jika jalan penghubung antara Dago – Lembang melewati Dago Pakar terealisir.

“Alih fungsi lahan kawasan Punclut yang kian mengkhawatirkan (indrakh)”

Daerah Punclut nasibnya pun tak jauh beda. Di lokasi tersebut tak hanya alih fungsi lahan menjadi pemukiman yang menjadi persoalan, namun juga hadirnya perladangan rakyat di bekas lahan-lahan yang dulunya merupakan perkebunan teh. Belum lagi kalau melihat alih fungsi lahan konservasi di Lembang, Cisarua hingga Cimahi. Observatorium Boscha pun entah sampai kapan bisa bertahan menjalankan fungsi penelitiannya di tengah ancaman polusi debu dan cahaya di sekitarnya.

Pemerintah provinsi maupun pemkot Bandung memang bukan tak ada usaha untuk melindungi KBU. Sejumlah Surat Keputusan maupun Surat Edaran menyangkut KBU sudah pernah diterbitkan. Dari SK Gubernur Jabar nomor 181/1982 tentang Penetapan KBU sebagai Kawasan Konservasi, SK Gubernur Jabar 660/1994 tentang Penghentian Izin Pembangunan Fisik KBU, hingga SE Guburnur Jabar pada 2004 yang menyatakan KBU dalam status quo. Termasuk SK Menteri Agraria 470/1995 tentang Penertiban Bandung Utara, yakni tidak boleh ada izin lokasi baru di Bandung utara. Namun alih-alih mujarab menjadikan KBU sebagai kawasan konservasi, pembangunan fisik tetap berlangsung di sana.

Tidak bisa dipungkiri ancaman rusaknya konservasi di KBU juga berkaitan dengan para pengembang yang memiliki dana besar. Saat ini sangat banyak lahan di KBU yang beralih kepemilikan demi kepentingan bisnis.

Memang butuh dana yang sangat besar jika Pemerintah ingin membebaskan KBU dari tangan pengembang. Namun jika ada keinginan politik dan hukum yang ditegakkan, ancaman terhadap KBU bisa dikurangi. Bisa konsisten untuk tidak mengeluarkan izin pembangunan fisik di KBU bagi para pengembang, meskipun dengan dalih “penataan” saja sudah bagus. Karena bila terus terjadi seperti sekarang ini, ada aturan namun tak sepenuhnya dilakukan di lapangan entah akan dibawa kemana nasib Bandung Utara? Ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat yang baru.

***

Ya, tulisan ini hanyalah catatan seorang warga Bandung yang tidak rela “leuweungna dibukbak” (hutannya dijarah) demi kepentingan sesaat, tanpa memikirkan nasib generasi ke depan. Sedih saja, bekas danau bandung yang dikelilingi pegunungan dan dulu dipenuhi banyak mata air (seke) kini harus kehilangan air bersih dan udara bersih akibat lingkungannya yang sudah rusak. Cukup sudah Sekemirung, Sekejati, Sekeloa, Sekelimus, dll, kehilangan mata airnya. Tapi jangan sampai Bandung pun kehilangan air tanahnya!

Komentar»

1. Yari NK - April 24, 2008

Mudah2an tidak, asal perencanaan tata kotanya tidak melulu berorientasi kepada profit finansial jangka pendek namun yang paling penting adalah profit lingkungan yang menyokong ekosistem kehidupan dalam jangka panjang. Masalahnya memang pemerintah kota kita otaknya masih belum bisa mencerna informasi penting seperti itu……….

@ Yari NK: Mudah-mudahan seperti itu, pak

2. uwiuw - April 24, 2008

hmm ternyata sekalipun kita maju dlm ngebangun bandung sebagai kota wisata belanja, tapi hampr gagal total pd sisi eco friendly.

salam kenal euy

@ uwiuw: salam kenal juga, nuhun sudah mampir

3. Balisugar - April 24, 2008

Tos lami tara ameng kadieu kumaha damang ?

@ balisugar: Alhamdulillah pangesto. Kumaha sawalerna, teh? Mugia aya dinu kasehatan tur katentreman

4. gajahkurus - April 24, 2008

Duh jadi sedih. Padahal saya mah bukan urang Bandung asli, ngan saukur ngumbara. Tapi duka atuh ka Bandung teh asa nyaah…nyaah pisan. Lebar ku endahna, lebar ku asrina Bandung nu baheula. Sekarang? Bandung tak jauh beda dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Sumpek, panas, sulit air, lautan sampah, lautan angkot, lautan beton mall, lautan macet dll….

5. edratna - April 24, 2008

Saya termasuk yang sedih juga melihat perkembangan Bandung Utara. Walaupun bukan warga Bandung, tapi sejak kuliah di Bogor tahun 70 an saya sering ke rumah tante dibilangan Cihampelas…dan senang jalan-jalan ke Ciumbuleuit…Lembang dsbnya. Apalagi suami, sejak tahun 70 kuliah di Bandung dan diteruskan kerja di Bandung (hidup terpisah terus nih…)…jadi saya sering ke Bandung, kebetulan si bungsu kuliah di Bandung.

Pekerjaanku membuat sering datang ke tempat pelatihan para karyawan untuk wilayah Jawa Barat, yang terletak di Lembang…rasanya kok berubah banget ya, makin banyak bangunan…pernah jalan-jalan pagi ke arah komplek AU, muter balik lagi sampai ke tempat pendidikan, tak ada satu tempatpun lowong dari bangunan.

6. Sawali Tuhusetya - April 24, 2008

postingan yang bagus dan mencerahkan, mas indra, semoga pemkota bandung membaca dan mendengar aspirasi warganya untuk menyelamatkan bandung dari kerusakan lingkungan yang parah. meski demikian, masyarakat pun juga harus proaktif untuk bersama-sama menyelamatkan bumi dari kerusakan.

7. Syafrudin Abi Dawira - April 25, 2008

Kang Indra,
Kita memang masih belum mendapatkan ramuan yang tepat untuk memajukan suatu kawasan seperti Bandung Utara tanpa harus menghancurkan lingkungan. Saya bukan ahlinya, tapi kalau sekedar pemikiran, ini yang terpikir oleh saya:

-1- Pembangunan Bidang Pariwisata
Orang sudah mengenal julukan “Eco-Tourism”, tapi masih baru jargon saja, padahal sangat mungkin diwujudkan, seperti:
– Penginapan.
Hindari pembangunan hotel berskala sedang apalagi besar, cukup dengan hotel skala kecil dan “bungalow” tradisional. Juga rangsang agar mereka lebih suka menginap di kota bandung, bukan di Lembangnya.
– Angkutan.
Hindari pembangunan jalan raya termasuk jalan tol, cukup sediakan jalur kereta atau monorel wisata antara atas (Lembang) dan bawah (Bandung). Jalur ini mesti terhubung juga dengan bandara Husain, stasiun KA, dan Terminal Terpadu Gedebage. Sediakan tempat parkir yang luas di dekat stasiun bawah agar wisatawan yang datang bermobil bisa “Park and Ride”. Sediakan terminal angkutan umum kecil yang nyaman (termasuk delman, kuda, becak, bemo, kancil) di dekat stasiun atas. Sediakan pedestrian yang nyaman agar untuk jarak dekat orang tidak enggan jalan kaki.
– Obyek wisata.
Bandung utara sebetulnya tidak kekurangan obyek wisata 🙂

-2- Pembangunan Tata Ruang
– Perketat pengawasan pembangunan dengan memberlakukan IPPT & IMB secara gratis tapi denda yang tinggi bagi yang tidak mematuhinya, disertai pemutihan IPPT & IMB bagi yang sudah berdiri dan memang memenuhi syarat, pembongkaran atau renovasi bagi yang tidak memenuhi syarat, tentu didahului dengan usaha penyuluhan yang benar – benar tepat sasaran.
– Pemberlakuan pajak air yang tinggi untuk pengambilan air tanah, sebaliknya tarif yang murah untuk PAM.
– Upayakan ikut mengurangi banjir di Bandung dengan penataan aliaran air, perbanyakan penghijauan dan daerah resapan, revitalisasi situ. Sayang kalau air hujan di Lembang mesti dialirkan ke Cikapundung sehingga banjir di Bandung. Lebih baik airnya dipaksa masuk ke tanah.
– Keseriusan menangani persampahan dengan Reduce, Reuse, Recycle.

-3- Pembangunan Bidang Industri & Perdagangan
– Pusatkan pada industri pertanian, peternakan, dan perikanan beserta industri pengolahannya.
– Keberpihakan pada usaha kecil dengan revitalisasi koperasi dan usaha pemberdayaan secara berkelanjutan.
– Keberpihakan pada perdagangan tradisional dengan revitalisasi pasar tradisional dan usaha perluasan jaringan pasar.

Semoga saja Camat / Bupati punya pemikiran yang serupa dan yang penting punya tekad mewujudkannya.

8. Rully - April 25, 2008

jadi menurut mang Indra, kalo mau beli rumah di daerah mana? :mrgreen:

9. ipans - April 25, 2008

Kemaren manapaki kembali bukit dago… ternyata bukit depan terminal dago itu sudah dibuldoser sampai tembus punclut dan mekarwangi. siap untuk dijadikan perumahan mewah menyaingi dago resort.

itu tuh yang ada singapore internasional school. bukan hanya ekonomi yang di jajah, hutan dan konservasipun dilibas habisszz hanya untuk membuat rumah mewah “pembantu dan tukang kebun” karena majikan mereka tidak pernah tinggal disana!.

Menyedihkan!!.

10. realylife - April 25, 2008

bener banget kang. tata letak penataan kota yang baik , berarti pemerintahannya perduli dengan masyarakatnya tanpa pandang bulu
karena tata kota yang baik , mencerminkan pemerintahannya yang bersih
betul tidak ya ?

11. Eru - April 25, 2008

Bandung… katanya pemerintah berniat
membangun DAM di bandung Utara… 😀

hmm daripada bikin DAM.. mending cegah hutan di utara bandung tu dijadiin perumahan 😀 jadi ga perlu DAM gede kan.. 😀

Trus pernah liat planningnya jalan direct dari bandung utara ke lembang 😀

Ah bandungku suda tidak berbunga lagi :sob:

12. peyek - April 25, 2008

saya jadi bertanya-tanya, siapa yang mesti bertanggung jawab, meledaknya manusia sehingga membutuhkan lahan untuk pemukiman atau perencanaan yang salah ya?

tapi siapa yang merencanakan, rakyat atau pemimpin atau kita mau sedikit tenang dengan mengatakan “ya tanggung jawab kita berasama”

13. Rizki on benbego - April 25, 2008

ya ampun, plis dong. bandung jangan sampai ancur. walau bukan orang bandung, tapi suka kota bandung. setiap kali ke sana ada saja yg berubah.

14. kangguru - April 26, 2008

susah kang, duit keur maranehna leuwih penting tibatan cai hehehhehe

15. Kang Aom - April 26, 2008

wilujeng sumping eh shopping…di bandung…

16. Rayyan Sugangga - April 26, 2008

Saya bukan orang Bandung. Saya suka Bandung. Jangan rusak Kota Bandung, saya rindu Bandung yang seperti dulu. Jangan jadikan Bandung seperti Jakarta.

Sudah cukup jangan dirusak lagi …

17. Ide Bisnis - April 27, 2008

Bandung is my city

18. Agus MuplA - April 28, 2008

Wah makin rame ajah di blognya…
Eh Kang Indra, jalan-jalan juga ke blog baru saya yah…
di : agusajah.blogdetik.com
Diantosss…nuhun

19. Si Komo - April 28, 2008

Alih fungsi kawasan hijau menjadi lahan garapan atau perumahan mewah memang sudah mendekati sisi kritis. Sebagai contoh saja kawasan hutan dilereng gunung tangkuban perahu dari lembang sampai cisarua semakin menyempit.

Kalau kita jalan-jalan ke sekitar lereng gunung tangkuban perahu disana banyak terdapat villa/perumahan mewah yang langsung berbatasan dengan kawasan hutan atau kebun teh.

Kawasan Jayagiri pun akan dibuka bagi para pemilik modal untuk menanam tumbuhan budidaya atau rempah-rempah dengan keuntungan 80 % untuk pemilik modal, 20 % untuk pejabat perhutani dan 10 % untuk keuntungan pengelola lahan ( rakyat jelata).

Kawasan Caringin 3 (cicaheum ke atas) merupakan kawasan yang gersang dan gundul tidak jauh berbeda dengan Punclut. Hutan yang sejatinya sebagai kawasan hujau kini sudah beralih fungsi oleh tangan-tangan manusia yang kaya harta namun miskin hati nurani dan orang-orang yang miskin harta dan juga miskin hati nurani

Terkadang, kita baru sadar kehilangan sesuatu, manakala sesuatu itu kita perlukan namun tak ada lagi di tempatnya. Di tempat itu ternyata telah ada sesuatu yang baru, diinginkan atau tidak, sebagai pengganti sesuatu yang hilang. Di saat itulah kita merasa sangat membutuhkan sesuatu yang hilang itu, meskipun sesuatu yang baru juga sedikit bermanfaat.

20. roisz - April 29, 2008

maaf kang Indra, tapi saya punya kapital dan bandung merupakan sebuah tempat dengan lahan dan potensi yang sangat bagus

mungkin, untuk ke depannya saya akan mengembangkan bandung, dan membujuk pemerintah kota untuk mendirikan beberapa layanan dan fasilitas umum

1. mall yang supermewah
2. factory outlet
3. restoran
4. pemukiman super mewah
5. parking area

kalau masalah hutan dan lingkungan, itu bukan urusan saya. yang jadi urusan saya adalah bagaimana bisnis saya bisa berkembang, toh palingan yang ngerasain bukan kita, biar anak cucu kita aja yang mikir nantinya bagaimana teknologi untuk mengatasi, biarkan saja mereka hidup pada zamannya, tidak usah mereka mengetahui bagaimana indahnya bandung di masa kita dan para pendahulu kita sebelumnya, biarkan mereka hidup dalam suhu yang panas, cuaca yang tidak menentu, dan lingkungan yang ruksak balantrak

yang penting saya KAYA RAYA

——————————————————————
“maaf, ini mah cuman orang bandung yang nasteung kulantaran bandung jadi sumpek, macet teu eureun-eureun, hareudang jeung panas teu iuh-iuh, selokan mampet, sungai kotor tiada tara, mungkin ini dalam rangka pengubahan image bandung dari “parijs van java” menjadi “dakkar van java”akibat beberapa hal di atas juga akibat pembangunan yang dirasa kurang berpihak pada sisi perlindungan terhadap lingkungan hidup, khususnya makhluk hijau”

@ roisz: beuu, sabar juragan. Tapi nyaan keuheul sayah geh

21. andri - April 30, 2008

“Sedih juga, kalo bandung utara dh beralih fungsi. Btul pak, waktu aqu sesepedahan di kawasan ini, kalo nggak cuaca mendung, dh kerasa panasnya, habis banyak pohon-pohon yang ditebangi tuk proyek-proyek, macem-realestate, perumahan,

Yach entahlah siapa yang salah ya.. moga kawasan ini mulai di tata ulang kembali, semoga. Kalo gak, jika musim hujan bisa-bisa Bandung kota kena banjir, karena ndak ada resapan air, moga gak kejadian tuch .”

22. ayahfaqih - April 30, 2008

Ku maha atuh a?
Lieur amang ge. Sok ngabanggakeun bandung kota endah tapi nyatana …?
Susukan janten aralit, tapi sakalieun hujan rada badag, banjir jeung caah dadakan ngancam.
Ku maha atuh a?

23. Ferry - Oktober 6, 2008

Wah…wah…sejak 1996 saya bertugasi di sekitar bukit dago utara sekitar dogo tea house…udara masih nyaman, tiap memandang jendela dari lantai 2-3 rasanya hati adem tentrem nglihat pemandangan indah ke bukit rimbun, eeh tahun 2000an mulai berubah sedikit-sedikit tiap dipandang kok makin gersang…eh belakangan pembangungan kompleks memaksakan dirinya juga…selentingan…berbagai kalangan diabaikan juga akhirnya kalah juga lingkungan hidup dengan realita komersial…oh dunyaaa…oh dunyaaa…mugi dihampura & disadarkeun para pengambil keputusan…gitu tahhh…

24. Abula45 - Maret 14, 2009

Tidak ada kata ”terlambat” untuk menyelamatkan alam kita, tempat tinggal kita, rumah kita, KBU.
Demi masa depan anak-anak kita.
Selamatkan Kawasan Bandung Utara.

Salam Kenal,

25. Mengelola Air Cara Desa Ciburial « Abula45 | Pusat Informasi Digital - Maret 17, 2009

[…] Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Sebelum tahun 2000, ribuan warga desa yang tinggal di Kawasan Bandung Utara itu hidup di tengah krisis air. Untuk mendapatkan air, warga Ciburial harus turun naik lembah atau […]

26. Roosdiarto Rooskandar, ST. - April 22, 2009

Terimakasih atas perhatiannya pada pelestarian lingkungan hidup di Bandung. Memang oleh DPRD Kota Bandung pun sejak tahun 2003, Kawasan Bandung Utara sudah ditetapkan sebagai daerah resapan air, dan hutan lindung untuk menjaga ketersediaan oksigen di sekitar Bandung. Juga memang daerah dengan kemiringan ekstrim bukan untuk dibangun, mengingat bahaya longsor ketika musim hujan. Pembangunan terus menerus tanpa kendali di Kawasan Bandung Utara akan mengakibatkan banjir meluas menimpa Saudara-Saudara kita di Bandung Selatan. Tapi kenyataannya, peraturan tinggal peraturan. Manusia-manusia yang sudah tidak perduli dengan lingkungan dan keselamatan manusia di sekelilingnya tetap saja “tutup telinga”, dan seolah-olah tidak tahu keberadaan “banyak peraturan/UU” mengenai Tata Ruang dan Lingkungan Hidup tersebut.

27. Ade Rochimat - Februari 13, 2010

Penyelamatan KBU adalah hal mutlak yang harus segera dilakukan oleh pemerintah sebagai pengambil keputusan,dari pemerintah pusat pemerintah Provinsi Jawa Barat, maupun Pemerintah Kota Bandung dan Cimahi,serta Pemerintah Kabupaten Bandung dan Bandung Barat.Pemberian perijinan mengenai pemanfaatan tanah dan ruang di KBU harus didasarkan atas kajian yang menyeluruh dan akurat. Disamping itu DIPERLUKAN KETEGASAN dari pihak-pihak yang melanggar aturan yang telah ada khususnya bagi para pelaku ekonomi (pengembang) di KBU. Perda Jabar No. 1 Tahun 2008 telah cukup mengatur untuk pengendaliannya, namun dituntut KONSISTENSI yang nyata dari pihak-pihak terkait.

28. tips beli rumah - Juni 7, 2010

jangan bandung aja donk…..wilayah yang lain yang lebih parah napa?????bandung sih udah agak baik…

29. roykerukmantarsa - Oktober 7, 2010

Kenapa seolah olah Pemkot at yg berkepentingan dengan semua urusan itu diam saja..? Terlalu kuatkah backing2 di belakang para pengusaha itu..?

Bandung punya Hukum dan peraturan tata kota dan lingkungan yang jelas..! Kenapa tidak bisa dilaksanakan..? Kalo mandul.!..Kamana jawara2 lingkungan di Bdg ini..? Kita gerakkan saja dengan penuh tg jwb. Apa perlu ada Zoro2 lingkungan hidup, khususnya di kota Bdg.?

Sudah cukup Kota Bandung Rusak hanya oleh karena kepentingan wisata yg tidak jelas..! Hanya utk memenuhi kenginan org2 Kota Jkt..dllnya. Kalo nanti sudah ruksak..nereka pun akan meninggalkan kita dan mencari objek yg lain.

Kumaha ieu teh Gubernur, Walikota..dan aparat2nya..?..Riweuh jalan2 kanu teu pararuguh wungkul.! Saalus alus jln braga hayoh diruksak…nyieun taman2 di jalan2 kota asal tambal sulam, beberes nambal jalan asal pilih we wungkul. Kota Bdg teh pararoek,penerangan saayana, pikasieuneun mun peuting teh..! FO2 teh di tertibkeun lah…kalah nyieun macet di mana2..

30. Hijaunya Dago Tinggal Cerita? « Indra KH - Januari 10, 2012

[…] gersang. Memang sih tahun 2008 lalu sudah terlihat indikasi ke arah sana (lihat tulisan Saya di: Quo Vadis Kawasan Bandung Utara), namun Saya mengira tidak akan separah seperti sekarang […]

31. Sepanjang Jalan Kenangan | Indra KH - April 13, 2012

[…] fungsi lahan di Punclut memang luar biasa kecepatannya. Pada tahun 2008 lalu masih banyak kawasan terbuka hijau di sana, meskipun mulai mengkhawatirkan, namun sejak 2 […]


Tinggalkan komentar